Pages

Monday 24 September 2012

BUSINESS PROCESS IN SHARIA BUSINESS


Shari’a business now a days have grown quickly, one of the thing that really seen was many conventional bank made they shari’ah bank version. Else of that there are some shari’a bases insurance company created too, and others company with many kind of shari’a bases business. 


Pada pembahasan Business Process : Introduction yang lalu, sudah dijelaskan bahwa proses bisnis adalah suatu kumpulan dari berbagai macam aktifitas di dalam sebuah perusahaan yang tersusun secara sistematis dan saling memiliki hubungan antara lain yang memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu tujuan dari perusahaan untuk menciptakan barang/jasa. Kemudian bagaimana jika dikaitkan dengan bisnis syari’ah? 

Secara bahasa, Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al istisqa) atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah Syariah bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 

Berdasarkan definisi syari’ah di atas, dapat disimpulkan bahwa bisnis syari’ah dalam hal ini merupakan kegiatan ekonomi-bisnis yang berlandaskan peraturan yang sudah tertera dalam al-qur’an yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 

Ada 5 prinsip dasar yang perlu diingat sebagai landasan saat akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak, yaitu : 

1. Maisir 

Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. Larangan terhadap maisir / judi sendiri sudah jelas ada dalam AlQur’an (2:219 dan 5:90) 

2. Gharar 

Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Terdapat juga mereka yang menyatakan bahawa gharar bermaksud syak atau keraguan.[3] Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Boleh dikatakan bahwa konsep gharar berkisar kepada makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu transaksi yang dilaksanakan, secara umum dapat dipahami sebagai berikut : 
  • Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak; 
  • Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak; 
  • Transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas atau akad dan kontraknya tidak jelas, baik dari waktu bayarnya, cara bayarnya, dan lain-lain. 

Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar. Atau kegiatan para spekulan jual beli valas. 

3. Haram 

Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka transaksi nya mnejadi tidak sah. Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain. 

4. Riba 

Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat mengenai pelaranganriba diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan turunnya ayat dimulai dari peringatan secara halus hingga peringatan secara keras. 

5. Bathil 

Dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada kedzhaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya. Maka, dari sisi ini transaksi yang terjadi akan merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat dan diharap agar bisa tercipta hubungan yang selalu baik. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang, mengurangi timbangan tidak dibenarkan. Atau hal-hal kecil seperti menggunakan barang tanpa izin, meminjam dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan harus sangat diperhatikan dalam bermuamalat. 

Selain itu untuk membedakan antara bisnis syari’ah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa ciri itu antara lain: 
  • Selalu berpijak pada nilai ruhiyah kita sadar akan eksistensi kita sebagai ciptaan (makhluq) Allah yang diciptakan untuk beribadah, sehingga bisnis yang dilakukan pun memiliki niat beribadah.
  • Memiliki pemahaman terhadap bisnis yang Halal dan Haram. Seorang pelaku bisnis syariah dituntut mengetahui benar fakta-fakta (tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul hukmi).
  • Benar Secara Syar’iy dalam implementasi. Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara material. 
  • Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat. Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Tapi keuntungan yang didapat ini harus diikuti dengan pembagian yang adil antar dunia dan akhirat, sehingga infaq, sedekah, dan zakatnya tidak terlupakan. 
  • Seorang Muslim yang sholeh tentunya juga harus memiliki orientasi hidup kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh karenanya. Untuk mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah . Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang kita lakukan selalu mendasarkan pada aturan-Nya yaitu syariah Islam. 

Setelah membaca paparan prinsip-prinsip dan ciri-ciri bisnis syariah di atas, dapat kita lihat bahwa tidak ada  yang menggangu proses bisnis secara konvensional (yang biasa dilakukan saat ini). Karena pada dasarnya konsep bisnis syari’ah tidak merubah alur kegiatan dari proses bisnis yang sudah umum dilakukan. Syari’ah hanya membuat pandangan dan tujuan suatu perusahaan berubah, yang tadinya berpikir mencari keuntungan sebanyak-banyaknya maka setelah menganut syari’ah tujuan mereka berubah menjadi kemaslahatan bersama yang saling menguntungkan antara pihak pebisnis dengan konsumen. 


Semoga bisa menambah ilmu para pembaca.…
Wassalam~

Referensi :
http://suud83.wordpress.com/2008/06/14/bisnis-syariah/
http://fimadani.com/prinsip-prinsip-dasar-muamalah/
http://khairilmuslim.wordpress.com/2011/04/04/208

No comments:

Post a Comment